Sabtu, 22 Desember 2012

TEORI MOTIVASI



TEORI MOTIVASI
BY JASNI
Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat). Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif. Sedangkan menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu.
    Sedangkan menurut Gray (dalam Winardi, 2002) motivasi merupakan sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu.
    Morgan (dalam Soemanto, 1987) mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior), dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior).
     McDonald (dalam Soemanto, 1987) mendefinisikan motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Suprihanto dkk, 2003).
    Soemanto (1987) secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang memberi kekuatan bagi tingkahlaku mencapai tujuan,telah terjadi di dalam diri seseorang.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah energi aktif yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan pada diri sesorang yang nampak pada gejala kejiwaan, perasaan, dan juga emosi, sehingga mendorong individu untuk bertindak atau melakukan sesuatu dikarenakan adanya tujuan, kebutuhan, atau keinginan yang harus terpuaskan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
a. Faktor Internal; faktor yang berasal dari dalam diri individu, terdiri atas:
1.    Persepsi individu mengenai diri sendiri; seseorang termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu banyak tergantung pada proses kognitif berupa persepsi. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak;
2.    Harga diri dan prestasi; faktor ini mendorong atau mengarahkan inidvidu (memotivasi) untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan memperoleh kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam lingkungan masyarakat; serta dapat mendorong individu untuk berprestasi;
3.    Harapan; adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari perilaku.
4.    Kebutuhan; manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total. Kebutuhan akan mendorong dan mengarahkan seseorang untuk mencari atau menghindari, mengarahkan dan memberi respon terhadap tekanan yang dialaminya.
5.    Kepuasan kerja; lebih merupakan suatu dorongan afektif yang muncul dalam diri individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari suatu perilaku.
b. Faktor Eksternal; faktor yang berasal dari luar diri individu, terdiri atas:
1.    Jenis dan sifat pekerjaan; dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat pekerjaan tertentu sesuai dengan objek pekerjaan yang tersedia akan mengarahkan individu untuk menentukan sikap atau pilihan pekerjaan yang akan ditekuni. Kondisi ini juga dapat dipengartuhi oleh sejauh mana nilai imbalan yang dimiliki oleh objek pekerjaan dimaksud;
2.    Kelompok kerja dimana individu bergabung; kelompok kerja atau organisasi tempat dimana individu bergabung dapat mendorong atau mengarahkan perilaku individu dalam mencapai suatu tujuan perilaku tertentu; peranan kelompok atau organisasi ini dapat membantu individu mendapatkan kebutuhan akan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan serta dapat memberikan arti bagi individu sehubungan dengan kiprahnya dalam kehidupan sosial.
3.    Situasi lingkungan pada umumnya; setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya;
4.    Sistem imbalan yang diterima; imbalan merupakan karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar. Sistem pemberian imbalan dapat mendorong individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan; perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga ketika tujuan tercapai maka akan timbul imbalan










BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Motivasi
1.1 Pengertian motivasi

Kata motivasi berasal dari bahasa latin “Movere” yang artinya menimbulkan pergerakan. Motivasi didefinisikan sebagai kekuatan psikologis yang menggerakkanm seseorang kearah beberapa jenis tindakan (Haggard, 1989) dan sebagai suatu kesediaan peserta didik untuk menerima pembelajaran, dengan kesiapan sebagai bukti dari motivasi (Redman, 1993). Menurut Kort (1987), motivasi adalah hasil faktor internal dan faktor eksternal dan bukan hasil eksternal saja. Hal yang tersirat dari motivasi adalah gerakan untuk memenuhi suatu kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan. Setiap pimpinan perlu memahami proses-proses psikologikal apabila berkeinginan untuk membina karyawan secara berhasil dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran keorganisasian. Motivasi juga didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu berdasarkan mana dari berperilaku dengan cara te rtentu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhanya. Adapun pemotivasian dapat diartikan sebagai pemberian motif-motif sebagai pendorong agar orang bertindak, berusaha untuk mencapai tujuan organisasional (Silalahi, 2002).
    Menurut Supriyono (2003), motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan untuk berbuat sesuatu. Motivasi seseorang di pengaruhi oleh stimuli kekuatan, intrinsik yang ada pada individu yang bersangkutan. Stimuli eksternal mungkin dapat pula mempengaruhi motivasi tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi individu terhadap stimuli tersebut. Rumusan lain tentang motivasi yang diberikan oleh Robbins dan Coulter  2006), yang dimaksud motivasi karyawan adalah kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi, untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian, yang dikondisi oleh kemampuan upaya demikian, untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu.
    Definisi lain tentang motivasi menurut Gray et-al (dalam Winardi, 2001) menyatakan bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal atau eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
1.2 Proses Motivasi
Motivasi merupakan sebuah predisposisi untuk bertindak dengan cara yang khusus dan terarah pada tujuan tertentu sekalipun rumusan tentang rumusan motivasi dibatasi hingga purposif atau yang Winardi (2001) menggambarkan diarahkan pada tujuan (Winardi, 2001).
proses mekanisme dasar sebagai berikut:
Gambar 1. Proses motivasional dasar (winardi,2001:134).
Gambaran mekanisme diatas menggambarkan manusia sebagai mahluk sosial berusaha untuk memenuhi kebutuhan, keinginan dan expektansi. Kebutuhan, keinginan dan expektansi tersebut menimbulkan ketegangan-ketegangan pada para manajer, yang di anggap mereka kurang menyenangkan. Dengan anggapan bahwa perilaku khusus tertentu dapat mengurangi perasaan yang dimiliki, maka hal tersebut menyebabkan orang yang bersangkutan berperilaku. Perilaku tersebut diarahkan kepada tujuan untuk mengurangi kondisi ketegangan tersebut. Dimulainya perilaku tersebut menyebabkan timbulnya petunjuk-petunjuk yang memberikan umpan balik (informasi) kepada orang yang bersangkutan tentang dampak perilaku. Umpan balik (feed back) kebutuhan, keinginan expectancy perilaku tujuan. Kebutuhan, keinginan Expectancy Perilaku Tujuan Umpan Balik(Feed Back)
1.3 Jenis-Jenis Motivasi
Menurut Marquis dan Huston (2000), motivasi terbagi menjadi dua yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik berasal dari dalam individu, merupakan dorongan bagi individu untuk menjadi produktif. Motivasi instriksik berhubungan langsung dengan cita-cita individu, sedangkan motivasin ekstrinsik adalah motivasi yang ditingkatkan melalui lingkungan pekerjaan atau penghargaan diberikan setelah pekerjaan sempurna Abraham dan Shanley, (1997) mengatakan bahwa memang sulit untuk mengukur keseimbangan motivasi instrinsik dan ekstrinsik dalam keperawatan. Barret (1989, dalam Abraham dan Shanley, 1997) mengkaji motivasi perawat untuk tetap bekerja didepartemen kesehatan di Inggris mengidentifikasi empat alasan yang berkaitan dengan kerja, kepuasan dengan pekerjaan mereka, suasana kerja yang baik, dukungan manajerial yang baik, dan tersedianya pendidikan berkelanjutan serta
pengembangan professional.
1.4 Fungsi Motivasi
1.4.1 Menurut Sardiman (2007, dalam Qym, 2009), fungsi motivasi ada tiga,
yaitu:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai,
sehingga motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c. Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakanyang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
1.4.2 Sedangkan menurut Hamalik (2000, dalam Qym, 2009) ada tiga fungsi
motivasi, yaitu:
a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar.
b. Sebagai pengarah, artinya mengarahlkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan.
c. Sebagai penggerak, berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjan.
1.5 Tujuan Motivasi
Menurut Taufik (2002) secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan atau mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang perawat, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu individu, kelompok, dan masyarakat agar timbul keinginan dan kemauannya untuk dapat berperilaku hidup bersih dan sehat, sehingga tercapai tujuan yang diharapkan dalam upaya meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan individu dalam membuat keputusan untuk memelihara kesehatan. Setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan, makin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, maka semakin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil apabila tujuan jelas dan didasari oleh yang di motivasi. Oleh karena itu setiap orang yang
akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan serta keribadian orang yang akan dimotivasi. (Taufik,
2002).
1.6. Teori Motivasi
Robbins dan Coulter (2007) menjelaskan bahwa motivasi dapat digunaka sebagai strategi untuk meningkatkan kinerja karyawan atau bawahan. Sebab efektifitas karyawan dengan asumsi mereka memiliki peluang untuk kinerja yang baik dan memiliki kemampuan yang diperlukan tergantung pada motivasi. Jadi untuk menjelaskan motivasi dapat digunakan teori motivasi yang dibedakan kedalam dua kategori utama, yaitu”Teori hierarki kebutuhan”. Teori ini membantu pimpinan untukn memahami bagaimana kebutuhan manusia dan bagaimana orang dengan kebutuhan berbeda mungkin merespon situasi kerja berbeda-beda, manusia merupakan mahluk yang serba berkeinginan, ia senantiasa menginginkan sesuatu dan senantiasa menginginkan lebih banyak. Tetapi apa yang di inginkanya tergantung pada apa yang sudah dimiliki olehnya. Segera setelah salah satudiantara kebutuhan manusia dipenuhi munculah kebutuhan lain. Pada dasarnya teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan bertindak (bersemangat kerja) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan (inner needs) dan kepuasannya. Semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang di inginkan maka semakin giat orang itu bekerja. Para teori menganggap bahwa individu berkelakuandengan cara tertentu untuk berusaha mencapai tujuan didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhanya. Jadi analisis teori ini lebih menekankan pada faktor-faktor kebutuhan yang membangkitkan perilaku individu yang bersumber dari dalam diri seseorang. Artinya teori isi tentang motivasi menggunakan kebutuhan individual untuk menjelaskan perilaku dan sikap orang dalam bekerja. Ada tiga teori kebutuhan yang utama dari motivasi. Teori tingkat kebutuhan Abraham Maslow, teori dua faktor Frederick Herzberg, dan teori motivasi prestasi David MC.Clelland (Hasibuan, 1996) Selanjutnya penulis menggunakan teori kebutuhan (needs) dari Abraha Maslow sebagai bahan untuk mengembangkan data dari variabel motivasi, pada Robbins dan Coulter (2007) dijelaskan bahwa teori hierarki kebutuhan dikembangkan oleh psikolog Abraham Maslow pada tahun 1935. Abraham maslow meneliti bahwa motivasi manusia itu berasal dari dalam diri seseorang dan sifatnya tidak dapat dipaksakan, teori ini menekankan bahwa manusia terdorong untuk melakukan usaha, untuk memuaskan lima kebutuhan yang belum terpuaskan yang melekat pada diri manusia itu sendiri yaitu terdiri dari, Kebutuhan fisiologis, Kebutuhan akan, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Akan penghargaan dan Kebutuhan akan aktualisasi diri Teori hierarki kebutuhan menyatakan bahwa motivasi seseorang didasarkan pada dua anggapan yaitu: kebutuhan seseorang tergantung pada apa yang sudah di milikinya dan dilihat dari pentingnya, dan kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang bersangkutan. Robbins dan Coulter (2007) menjelaskan lima tingkat kebutuhan dalam hierarki maslow tersebut diatas adalah sebagai berikut:
Kebutuhan Aktualisasi diri Kebutuhan akan Penghargaan Kebutuhan Sosial Kebutuhan Akan Keamanan Kebutuhan fisiologis Gambar 2 Hierarki kebutuhan dari maslow (Robbins, 2006)
1.6.1. Kebutuhan fisiologikal
Berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan utama, dasar dan esensial yang harus dipenuhi oleh tiap manusia untuk mempertahankan diri sebagai makhluk, kebutuhan ini mencakup misalnya: udara, makan. minum, pakaian, tempat tinggal atau penginapan, istirahat, pemenuhan seksual. Faktor-faktor khusus yang harus diperhatikan oleh orang mencakup misalnya: Pengkondisian udara dan cahaya, gaji dan upah, (sama atau lebih besar dibanding upah minimal regional, (UMR), kafetaria (penyediaan makanan dan minuman), kondisi kerja. Kebutuhan-kebutuhan fisiologikal memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut :
a. Mereka relatif independen satu sama lainya
b. Dalam banyak kasus mereka dapat di identifikasikan dengan sebuah lokasi khusus di dalam tubuh
c. Pada sebuah kultur berkecukupan (an affluent Culture), kebutuhan kebutuhan demikian bukan merupakan motivator-motivator tipikal, melainkan motivator-motivator yang tidak biasa.
d. Akhirnya dapat di kaitkan bahwa mereka harus dipenuhi secara berulangulang dalam periode waktu yang relatif singkat, agar dapat terpenuhi. Apabila kebutuhan-kebutuhan fisiologikal tidak terpenuhi maka mereka akan lebih terasa dibandingkan dengan kebutuhan lainya. Maka lebih dikatakan bahwa seseorang individu, yang tidak memiliki apa-apa dalam kehidupan mungkin sekali akan termotivasi oleh kebutuhan fisiologikal.
1.6.2. Kebutuhan Akan Keamanan
Apabila kebutuhan fisiologikal cukup dipenuhi, maka kebutuhan pada tingkatan
berikut yang lebih tinggi yakni kebutuhan akan keamanan, mulai mendominasi kebutuhan manusia. Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hany dalam arti keamanan fisik akan tetapi keamanan fisiologi dan perlakuan adil dalam pekerjaan atau jabatan seseorang. Karena pemuasan kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan kekayaan seseorang, kebutuhan keamanan itu berkaitan dengan tugas pekerjaanya. Kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman dan proteksi diri, ancaman atau gangguan dari luar. Kebutuhan ini mencakup misalnya: keamanan, keselamatan, kesehatan, perlindungan, kompetensi, stabilitas. Faktor- faktor khusus yang harus diperhatikan oleh orang mencakup misalnya : keselamatan kerja, kesejahteraan, peningkatan gaji dan upah, kondisi kerja. Pentingnya memenuhi kebutuhan ini jelas terlihat pada organisasi modern tempat pimpinan organisasi mengutamakan keamanan dan keselamatan dengan mempergunakan alat-alat canggih atau pengawalan. Bentuk lain dari pengawasankebutuhan ini dengan memberikanb perlindungan asuransi tenaga kerja (Astek) kepada karyawan.
1.6.3. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia untuk menjadi bagian dari kelompok, mencintai dan dicintai orang lain dan bersahabat. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorangpun manusia ingin hidup menyendiri ditempat terpencil. Karena manusia adalah makhluk sosial sudah jelas menginginkan kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri dari empat kelompok yaitu:
a. Kebutuhan sebagai anggota suatu kelompok atau rasa diterima dalamkelompoknya
b. Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinyapenting
c. Kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorangpun menyenangkegagalan
d. Kebutuhan akan rasa ikut serta
Faktor-faktor khusus yang harus diperhatikan oleh organisasi mencakup misalnya:Mutu   supervisi, kelompok kerja yang kompetibel, kemitraan profesional.
1.6.4. Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan ini berkaitan dengan keinginan manusia, untuk dihormati dan dihargai orang lain sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan ingin punya status, pengakuan serta penghargaan prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Prestasi dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status. Kebutuhan ini artinya adalah respek diri dan respek orang lain, mencakup misalnya: penghargaan, pengakuan, Status, prestise, kekuasaan dan, perasaan dapat menyelesaikan sesuatu.
Faktor-faktor khusus yang harus diperhatikan oleh organisasi mencakup
misalnya: gelar (nama) tugas, kreatifitas, kemajuan dalam organisasi, prestise dala pekerjaan. Keinginan atau hasrat kompetitif untuk menonjol, untuk melampaui prestasi orang lain lebih dikatakan merupakan sebuah sifat universal manusia. Kebutuhan pokok akan penghargaan ini, apabila dimanfaatkan secara tepat dapat menyebabkan timbulnya kinerja keorganisasian yang luar biasa. Kebutuhan akan penghargaan ini jarang sekali terpenuhi secara sempurna bahkan kita dapat mengatakan bahwa mereka kiranya tidak pernah terpuaskan.
1.6.5. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang sehingga
membutuhkan penyaluran kemampuan dan potensi diri dalam bentuk nyata. Artinya tiap orang ingin tumbuh membangun pribadi dan mencapai hasil. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan y ng menggunakan kecakapan, kemampuan, ketrampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan yang sulit dicapai orang lain. Faktor-faktor khusus yang harus diperhatikan oleh organisasi mencakup misalnya: tugas yang menantang, kreatifitas, kemajuan dalam organisasi, Prestai dalam pekerjaan. Maslow mengatakan bahwa lima kebutuhan tersebut secara hierarki dari tingkat yang sangat dasar hingga tingkat yang tinggi. Artinya bila kebutuhan tingkat dasar telah terpenuhi barulah seseorang akan memenuhi kebutuhan pada tingkat diatasnya yang lebih tinggi dan seterusnya yang mengarah pada kebutuhan tingkat tinggi. Jika suatu tingkatan kebutuhan belum terpenuhi maka motiv bekerja seseorang ditunjukan untuk memenuhi tingkatan kebutuhan tersebut dan kebutuha pada tingkat yang lebih tinggi belum menimbulkan motivasi. Lima kebutuhan yang tersusun secara hierarki tersebut dibedakan menjadi dua kelompok tipe kebutuhan yaitu: kebutuhan tingkat rendah (lower order needs) yang terdiri atas kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan kebutuhan sosial dan kebutuhan tingkat tinggi (higher orderneeds) yang terdiri atas kebutuhan pengakuan dan aktualisasi diri. Perbedaan dari kedua tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan tingkat rendah merupakan kebutuhan yang dipuaskan secara eksternal (satisfied externally) sedangkan kebutuhan tingkat tinggi merupakan kebutuhan yang dipuaskan secara internal (satisfied internally) (Robbins dan Coulter, 2007) Dengan demikian ada beberapa hal untuk dicatat: pertama, hierarki adalah  didasarkan pada kebutuhan (needs), bukan keinginan (wants). Kedua, mengadakan pada skala menaik artinya jika kebutuhan yang lebih bawah terpenuhi maka individu menemukan kebutuhan pada level diatasnya yang belum terpuaskan (unsatis field). Ketiga, jika individu mengalami hambatan untuk memahami kebutuhan yang lebih tinggi, maka ia akan kembali pada kebutuhan tingkat yang lebih rendah sebagai kompensasi (Robbins dan Coulter, 2007).
2. Konsep Kinerja
2.1.Pengertian Kinerj
Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidak nya tujuan organisasi yang telah ditetapkan, para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecualil sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruk nya kinerja telah merosot sehingga perusahaan atau instansi menghadapi krisis yang serius, kesan- kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot, kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya seseuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2003). Kemudian menurut Sulistiyani (2003) kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Hasibuan (2001) mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Menurut Witmore (1997 dalam Wikipedia Indonesia, 2009) kinerja adalah pelaksanaan fungsifungsi yang dituntut dari seseorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampilan, kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisai atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
2.2.1 Menurut Mathis dan Jackson
Menurut Mathis dan Jackson (2001) faktor-faktor yang mempengaruh kinerja
individu tenaga kerja yaitu:
a. Kemampuan mereka
b. Motivasi
c. Dukungan yang diterima
d. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan
e. Hubungan mereka dengan organisasi.
2.2.2 Menurut Mangkunegara
Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja yaitu:
a. Faktor kemampuan secara psikologis kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan realita (pendidikan), oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
b. Faktor motivasi terbentuk dari sikap seseorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi kerja merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja, sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. Mc Cleland (1997 dalam Mangkunegara, 2001) berpendapat bahwa ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaiknya agar mampu mencapai prestasi kerja dengan predikat terpuji.
2.3 Karakteristik Motivasi Kerja
Mc Cleland (1997 dalam Wikipedia Indonesia, 2009) mengemukakan enam
karakteristik dari seseorang yang memilliki motivasi kinerja yang tinggi yaitu:
2.3.1 Memiliki tanggung jawab yang tinggi
2.3.2 Berani mengambil resiko
2.3.3 Memiliki tujuan yang realistis
2.3.4 Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi
tujuan.
2.3.5 Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja
yang dilakukan
2.3.6 Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan.
3. Konsep Motivasi Kerja
3.1 Pengertian Motivasi Kerja
Bekerja adalah suatu bentuk aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan, bekerja melibatkan baik aktifitas fisik maupun mental (As ad, 2001/ Gilmer 1971 dalam Suarli dan Bahtiar, 2009) menyatakan bahwa bekerja itu merupakan proses fisik maupun mental manusia dalam mencapai tujuannya. Motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja (Mangkunegara, 2004). Mc Clelland dalam Robbins dan Coulter (2007) menjelaskan ada tiga kebutuhan yang menjadi motif utama dalam pekerjaan, ketiga motif kebutuhan itu meliputi.
3.1.1. Kebutuhan akan pencapaian prestasi (need for achievement) yakni dorongan untuk unggul, untuk berprestasi menurut serangkaian standar, untuk berusaha keras supaya berhasil.
3.1.2. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power)
Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dengan cara yang sebenarnya tidak akan mereka lakukan jika tidak dipaksa.
3.1.3 Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation) Keinginan akan hubungan antar pribadi yang bersahabat erat.
3.2 Peran Manajer dalam Menciptakan Motivasi
Manajer memegang peranan penting dalam memotivasi staf untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut manajer harus mempertimbangkan keunikan/karakteristik dari stafnya dan berusaha untuk memberikan tugas sebagai suatu strategik dalam memotivasi staf (Suarli dan Bahtiar,
2009)
3.2.1 Peran Manajer Menurut Suarli dan Bahtiar
Hal yang perlu dilaksakan manajer dalam menciptakan suasana yang memotivasi adalah:
a. Mempunyai harapan yang jelas terhadap stafnya dan mengkomunikasikan harapan tersebut kepada para staf.
b. Bersikap adil dan konsisten terhadap semua staf dan karyawan .
c. Mengambil keputusan dengan tepat dan sesuai.
d. Mengembangkan konsep kerja tim kerja.
e. Mengakomodasi kebutuhan dan keinginan staf terhadap tujuan organisasi.
f. Menunjukkan kepada staf bahwa manajer memahami perbedaan dan keunikan dari masing-masing staf.
g. Menghindari terbentuknya kelompok-kelompok yang mempertajam perbedaan antar staf.
h. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyelesaikan tugasnya dan melakukan tantangan-tantangan yang akan memberikan pengalaman yang bermakna.
i. Meminta tanggapan dan masukan dari staf terhadap keputusan yang akan dibuat dalam organisasi.
j. Memastikan bahwa staf mengetahui dampak dari keputusan dan tindakan yang akan dilakukan.
k. Memberi kesempatan pada setiap orang untuk mengambil keputusan seseuai dengan tugas yang diberikan.
l. Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf.
m. Memberikan kesempatan kepada staf untuk mengoreksi dan mengawasi tugas.
n. Menjadi role model bagi staf.
o. Memberikan dukungan yang positif.
3.2.2 Peran Manajer Menurut Darling
Peran manajer keperawatan sebagai mentor (Darling, 1984 dikutip oleh Marquis dan Huston, 1998) yaitu sebagai:
a. Model: seseorang yang perilakunya dapat menjadi contoh dan panutan
b. Envisioner: seseorang yang dapat melihat dan mengkomunikasikan arti keperawatan profesional dan keterkaitannya dalam pratik keperawatan
c. Energizer: manajer yang selalu dinamis dan dapat menstimulasi staf untuk berpartisipasi terhadap program kerjanya
d. Investor: manajer yang menginvestasikan waktu dan tenaganya dalam pengembangan profesi dan organisasi
e. Supporter: manajer yang memberikan dukungan emosional dan menumbuhkan rasa percaya diri staf nya
f. Pemegang prosedur standar : manajer yang selalu berpegang pada standar yang ada dan menolak aktifitas yang kurang atau tidak memenuhi kriteria standar
g. Teacher-coach : manajer yang mengajarkan kemampuan interpersonal atau cara berpolitik yang penting bagi pengembanngan diri stafnya
h. Feedback giver : manajer yang memberikan umpan balik, baik secara tulus positif atau negatif dalam pengembangan diri
i. Eye-opener : manajer yang selalu memberikan wawasan /pandangan yang luas tentang situasi terbaru yang terjadi
j. Door-opener : manajer yang selalu membuka diri dan memberikan kesempatan kepada staf untuk berkonsultasi
k. Idea bouncer : manajer yang bisa selalu mendengar dan berdiskusi mengenai pendapat stafnya
l. Problem solver : manajer yang akan membantu staf dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
m. Career counselor : manajer yang membantu staf dalam pengembangan karier (cepat atau lambat)
n. Challenger : manajer yang mendorong staf untuk menghadapi perubahan/tantangan secara kritis dan pantang menyerah
3.3 Self Motivation untuk Manajer
Motivasi diri sendiri dari manajer merupakan variabel yang menentukan motivasi pada semua tingkatan, khususnya kepuasan kerja bagi staf, sehingga menimbulkan keinginan untuk tetap bertahan pada institusi tersebut. Sikap yang positif, bersemangat, produktif dan melaksanakan kegiatan dengan baik merupakan faktor utama yang harus dimiliki oleh manajer. Terjadinya burn-out salah satunya disebabkan oleh sikap manajer yang kurang positif. Oleh karena itu secara kontinyu manajer selalu memantau tingkat motivasinya dan menjadikan motivasinya sebagai panutan bagi staf. Hal penting yang harus dilaksanakan oleh manajer keperawatan adalah perawatan diri. Untuk mempertahankan self care ini ada beberapa strategi (Summers,
1994), yaitu:
3.3.1 Mencari masukan dari kelompok pendukung yang memungkinkan
manajer untuk selalu memperhatikan dan mendengarkan keinginan staf
3.3.2 Mempertahankan diet dan aktifitas
3.3.3 Mencari aktifitas yang membantu manajer untuk dapat merasa santai
3.3.4 Memisahkan urusan pekerjaan dan kehidupan dirumah
3.3.5 Menurunkan harapan yang terlalu tinggi dari diri sendiri dan orang lain
3.3.6 Mengenali keterbatasan/kelemahan diri sendiri
3.3.7 Menyadari bahwa bukan hanya dirinya sendiri yang dapat
menyelesaikan semua pekerjaan, tetapi berusaha dan belajar untuk menghargai kemampuan staf
3.3.8 Berani mengatakan tidak kalau memang merasa tidak dapat
melaksanakan
3.3.9 Bersantai, tertawa dan berkumpul dengan teman-temannya
3.4 Faktor yang Mempengaruhi kinerja dan Kepuasan Kerja
Menurut Suarli dan Bahtiar (2009), dua faktor yang mempengaruhi kinerja dan
kepuasan kerja, yaitu motivasi dan lingkungan.
3.4.1 Motivasi
Menurut Rowland (1997, dalam Suarli dan Bahtiar, 2009) fungsi manajer dalam meningkatkan kepuasan kerja staf didasarkan pada faktor-faktor motivasi, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi meliputi:
a. Keinginan akan adanya peningkatan
b. Rasa percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah mencukupi
c. Memiliki kemampuan pengetahuan, keterampilam dan nilai-nilai yang diperlukan
d. Adanya umpan balik
e. Adanya kesempatan untuk mencoba pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan
f. Adanya instrumen kinerja promosi, kerja sama dan peningkatan penghasilan Kebutuhan seseorang untuk mencapai prestasi merupakan kunci dalam motivasi dan kepuasan kerja. Jika seseorang bekerja untuk memenuhi kebutuhan, pencapaian prestasi tersebut bisa berubah, biasanya sebagai dampak dari berbagai faktor dalam organisasi, misalnya program pelatihan, pembagian dan jenis tugas yang dberikan, tipe supervisi yang dilakukan dan perubahan pola motivasi (Suarli dan Bahtiar, 2009). Seseorang memilih suatu pekerjaan didasarkan pada kemampuan dan ketrampilan yang dimilliki tidak dimanfaatkan dan dikembangkan dalam melaksakan tugasnya. Dalam keadaan ini, persepsi seseorang memegang peranan penting sebelum melaksakan atau memilih pekerjaan. Motivasi seseorang akan timbul apabila mereka diberi kesempatan untuk mencoba cara baru dan mendapat umpan balik dari hasil yang diberikan. Oleh karena itu penghargaan psikis dalam hal ini sangat di perlukan agar seeseorang merasa dihargai dan diperhatikan serta dibimbing manakala melakukan suatu kesalahan (Suarli dan Bahtiar, 2009).
3.4.2 Lingkungan
Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam motivasi, faktor lingkungan tersebut meliputi:
a. Komunikasi
Penghargaan terhadap usaha yang telah dilakukan, pengetahuan tentang kegiatan organisasi, rasa percaya diri berhubungan dengan manajemen organisasi.
b. Potensi pengembangan
Kesempatan untuk berkembang, meningkatkan karier dan mendapatkan promosi, dukungan untuk tumbuh dan berkembang seperti pelatihan, beasiswa dan melanjutkan pendidikan, pelatihan manajemen bagi staf yang di promosikan, kebijakan individual yaitu tindakan untuk mengakomodasi kebutuhan individu seperti jadwal kerja, liburan, cuti sakit, serta pembiayaannya, ketenangan dalam bekerja, loyalitas organisasi terhadap staf, penghargaan staf sesuai dengan agama dan latar belakang nya, keputusan organisasi yang adil dan konsisten, upah atau gaji yang bisa
mencukupi kebutuhan hidup, kondisi kerja yang kondusif.

TERAPI PENDERITA LATAH DENGAN PENDEKATAN BEHAVIORISTIK






Tingkah laku latah, dilihat dari segi sosiologis dan persebaran budaya, hanya ditemui di kawasan Asia, tidak ditemukan pada orang-orang Eropa, Amerika ataupun Afrika. Latah khususnya ditemukan pada daerah Asia tenggara, yang dihuni oleh sub ras dari ras Mongoloid.
Latah adalah ucapan atau perbuatan yang terungkap secara tak terkendali setelah terjadinya reaksi kaget. Latah adalah ucapan atau perbuatan yang terungkap atau tidak terkendali, pascareaksi kaget (starled reaction). Saat latah muncul yang berkuasa alam bawah sadar (subconcious).
Latah adalah respon reflektif berupa perkataan atau perbuatan yang tidak terkendali yang terjadi ketika seseorang merasa kaget. Latah bukanlah penyakit mental, tapi lebih merupakan kebiasaan yang tertanam di pikiran bawah sadar. Setiap orang latah punya respon yang berbeda-beda dalam bereaksi terhadap stimulus yang mengagetkan, diantarnya:
  • Mengulangi perkataan orang lain
  • Meniru gerakan orang lain
  • Mengucapkan kata-kata tertentu berulang-ulang.
  • Melaksanakan perintah secara spontan pada saat terkejut, misalnya; ketika penderita dikejutkan dengan seruan perintah seperti ”jongkok” atau "loncat", dia akan melakukan perintah itu seketika.
Latah memang bukan gangguan psikologis yang serius dan malah banyak orang menganggapnya sebagai hiburan atau sesuatu yang lucu. Namun jika seseorang ingin tampil berwibawa atau tidak ingin lagi menjadi bahan godaan / tertawaan orang lain, maka harus menghilangkan kebiasaan latah tersebut.
Penyebab Latah
Ada beberapa keadaan yang menyebabkan timbulnya gangguan tingkah laku latah, yaitu;
a. Pemberontakan. Dalam kondisi latah, seseorang bisa mengucapkan hal-hal yang dilarang tanpa merasa bersalah. Gejala ini semacam gangguan tingkah laku. Lebih kearah obsesif karena ada dorongan yang tidak terkendali untuk mengatakan atau melakukan sesuatu.
b. Kecemasan. Gejala latah muncul karena yang bersangkutan memiliki kecemasan terhadap sesuatu tanpa ia sadari. Rata-rata, dalam kehidupan pengidap latah selalu terdapat tokoh otoriter, entah ayah atau ibu. Bisa jadi, latah merupakan jalan pemberontakannya terhadap dominan orang tua yang sangat menekan. Walau demikian tokoh otoriter tidak harus berasal dari lingkungan keluarga.
c. Teori Pengondisian. Inilah yang disebut latah gara-gara ketularan.
Seseorang mengidap latah karena dikondisikan oleh lingkungannya, misalnya gara-gara latah, seseorang merasa diperhatikan dan diperhatikan oleh lingkungan. Dengan begitu, latah juga merupakan upaya mencari perhatian. Latah semacam ini disebut ”latah gaul”.
Macam-macam Latah
Ada empat macam latah yang kita ketahui, yaitu:
1. Ekolalia: mengulangi perkataan orang lain
2. Ekopraksia: meniru gerakan orang lain
3. Koprolalia: mengucapkan kata-kata yang dianggap tabu/kotor
4. Automatic obedience: melaksanakan perintah secara spontan pada saat terkejut, misalnya; ketika penderita dikejutkan dengan seruan perintah seperti ”sujud” atau ”peluk”, ia akan segera melakukan perintah itu.
Bahaya Latah
Latah sangat menyiksa jika mengobservasi penderitanya. Mereka kelihatan sangat terganggu dengan segala tingkah lakunya yang repetitif baik dari segi verbal maupun motorik. Bahaya lainnya adalah:
1. Mengekang Kreatifitas. Karena kita sudah terbiasa untuk meniru orang lain, berbuat seperti orang lain bertingkah laku. akhirnya kita kehilangan daya untuk ‘mencipta’ hal-hal yang baru, yang lebih segar dan kita akan mapan dengan kejumudan. “be a leader dont be a follower
2. Mengikis keberagaman. Jangan harap menemukan hal-hal ‘baru’ jika budaya ini terlanjur menjadi akut. semua orang akan memilih untuk seragam ketimbang bersusah payah membuat hal yang sama sekali lain. Bisa-bisa slogan kita akan berubah dari “walaupun berbeda namun tetap satu jua” menjadi “walaupun satu asalkan berbeda-beda”. Baik Buruknya Tergantung Peniruan Menurut Evi Elviati, Psi., psikolog dari Essa Consulting Group, baik buruknya anak bersikap latah terhadap sang teman tergantung apa yang ditirunya. Jika sifatnya negatif, maka orang tua harus segera menghentikan dengan memberinya penjelasan kepada anak. Sebaliknya, jika yang dicontoh adalah hal-hal positif, maka orang tua justru harus memberikan dukungan agar anak terus melakukan hal itu.
3. Latah adalah tingkah laku yang bisa dipelajari sehingga dapat menyebar ke orang-orang disekitarnya.
4. Membuat komunikasi dan tingkah laku kelihatan kurang etis jika menderita latah.
5. Jika terjadi pada anak, akan menjadi ajang cemoohan bagi teman-temannya, sehingga anak akan menarik diri dari pergaulan sosialnya atau minder.

DESKRIFSI KASUS
Di lapangan saya menemukan satu klien yang mengalami penyakit latah, klien bernama aisah berusia 46 tahun, pekerjaan sebagai IRT. Klien mengalami latah sejak usia remaja, karena klien sering di kagetin temen2nya sehingga menjadi kebiasaan dan berdasarkan keterangan klien sangat sulit di hilangkan. Dan sudah saya buktikan ternyata beliau benar-benar latah. Nah di sini saya menggunakan konsep terapi behavioristik.Tujuan utama terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif.







TERAPI BEHAVIORISTIK
A. Defenisi dan Konsep Utama Terapi Behavioristik
Terapi tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Terapi ini menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku kearah cara-cara yang lebih adaptaif. Pendekatan ini, telah memberikan sumbangan-sumbangan yang berarti, baik pada bidang-bidang klinis maupun pendidikan.
Behavioristik adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkahlaku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkap hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku. Behavioristik ditandai oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang dapat diamati.
Pendekatan behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang memiliki kecenderungan-kederungan positif dan negatif yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan social budayanya. Segenap tingkah laku manusia dipelajari. Meskipun berkeyakinan bahwa segenap tingkah laku pada dasarnya merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan lingkungan dan factor-faktor genetic, para behavioris pembuatan putusan sebagai salah satu bentuk tingkah laku. Pandangan para behavioris tentang manusia sering kali didistorsi oleh penguraian yang terlampau menyederhanakan tentang individu sebagai bidak nasib yang tak berdaya yang semata-mata ditentukan oleh pengaruh-pengaruh lingkungan dan keturunan dan dikerdilkan menjadi sekedar organisme pemberi respon. Terapi tingkah laku kontemporer bukanlah suatu pendekatan yang sepenuhnya deterministic dan mekanistik, yang meyingkirkan potensi para klien untuk memilih. Hanya “para behavioris radikal” yang menyingkirkan kemungkinan menentukan diri dari individu.





B. Ciri-ciri Terapi Behavioristik
Terapi tingah laku, berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh:
a. Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik
b. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
c. Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah
d. Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi.
Pada dasarnya, terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Pernyataan yang tepat tentang tujuan-tujuan treatment dispesifikasi, sedangkan pernyataan yang bersifat umum tetang tujuan ditolak. Klien diminta untuk menyatakan dengan cara-cara yang konkret jenis-jenis tingkah laku masalah yang dia ingin mengubahnya.
Karena tingkah laku yang dituju dispesifikasi dengan jelas, tujuan-tujuan treatment dirinci dan metode-metode terapeutik diterangkan, maka hasil-hasil terapi menjadi dapat dievaluasi. Terapi tingkah lakumemasukkan criteria yang didefenisikan dengan baik bagi perbaikan atau penyembuhan. Karena terapi tingkah laku menenkankan evalusasi atas keefektifan teknik-teknik yang digunakan, maka evolusia dan perbaikan yang berkesinambungan atas prosesdur-prosedur treatment menandai proses terapeutik.
C. Proses Terapi Behavoristik
Tujuan-tujuan psikoterapi menduduki suatu tempat yang sangat penting dalam terapi tingkah laku. Klien menyeleksi tujuan-tujuan terapi yang secara pesifik ditentukan pada permulaan proses terapeutik. Penaksiran terus-menerus dilakukan sepanjang terapi untuk menentukan sejauh mana tujuan-tujuan terapeutik itu secara efektif tercapai.
Tujuan utama terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotic learned, maka bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas penghapusan hasil belajar yang tidak adapatif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respon-respon yang layak, namun belum dipelajari.
Ada beberapa kesalahpahaman yang menyangkut masalah tentang tujuan-tujuan dalam terapi tingkah laku. Salah satu kesalah pahaman yang umum adalah bahwa terapi semata-mata menghilangkan gejala-gejala sautu gangguan tingkah laku dan bhawa setelah gejala-gejala itu terhapus, gejala-gejala baru akan muncul karena penyebab-penyebab yang mendasarinya tidak ditangani. Kesalahpahaman umum lainnya adalah bahwa tujuan-tujuan klien ditentukan dan dipaksakan oleh terapis tingkah laku. Tampaknya ada unsure kebenaran dalam anggapan tersebut, terutama jika menyinggung beberapa situasi, misalnya situasi di rumah sakit jiwa. Bagaimanapun, kecenderungan yang adadalam terapi tingkah laku modern bergerak kearah pelibatan klien dalam menyeleksi tujuan-tujuan dan memandang hubungan kerja yang baik antara terapis dan klien sebagai diperlukan (meski dipandang belum cukup) guna memperjelas tujuan-tujuan terapeutik dan bagi kerja yang kooperatif ke arah pencapaian tujuan-tujuan terapeutik tersebut.
1. Fungsi dan peran Terapis
Terapis behavioristik harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, pada kliennya. Terapis tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dana dalam menentukan prosesdur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive.
Goodstein menyebut peran terapis sebagai pemberi perkuatan. Dan fungsi lainnya adalah peran terapis sebagai model bagi klien. Bandura menunjukkan bahwa sebagian besar proses belajar yang muncul melalui pengalaman langsung juga bisa diperoleh melalui pengamatan terhadap tingkah laku orang lain.
2. Pengalaman Klien dalam Terapi
Salah satu sumbangan yag unik dari terapi tingkah laku adalah suatu system prosedur yang ditentukan dengan baik yang digunakan oleh terapis dalam hubungan dengan peran yang juga ditentukan dengan baik. Terapi tingkah laku juga memberikan kepada klien peran yang ditentukan dengan baik, dan menekankan pentingnya kesadaran dan partisipasi klien dalam proses terapeutik.
Keterlibatan klien dalam proses terapeutik karenanya harus dianggap sebagai kenyataan bahwa klien menjadi lebih aktif. Satu aspek yang penting dari peran klien dalam terapi tingkah laku adalah klien di dorong untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru dengan maksud memperluas perbendaharaan tingkah laku adaptif.
3. Hubungan antara Terapis dan Klien
Ada suatu kecenderungan yang menjadi bagian dari sejumlah kritik untuk menggolongkan hubungan antara terapis dengan klien dalam terapi tingkah laku sebagai hubungan yang mekanis, manipulative, dan sangat impersonal. Peran terapi yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan. Para terapis tingkah laku tidak dicetak untuk memainkan peran yang dingin dan impersonal yang mengerdilkan mereka menjadi mesin-mesin yang deprogram yang memaksakan teknik-teknik kepada para klien yang mirip robot. Bahwa factor-faktor seperti kehangatan, empati, keotentikan, sikap permisif, dan penerimaan adalah kondisi-kondisi yang diperlukan, tetapi tidak cukup bagi kemunculan perubahan tingkah laku dalam proses terapeutik.

TEKNIK TERAPI LATAH DENGAN PENDEKATAN BEHAVIORISTIK
Salah satu sumbangan terapi tingkah laku adalah pengembangan prosedur-prosedur terapeutik yang spesifik yang memiliki kemungkinan untuk diperbaiki melalui motode ilmiah. Teknik-teknik tingkah laku harus menunjukkan keefektifan melalui alat-alat yang objektif dan ada usaha yang konstan untuk memperbaikinya.
Dalam terapi tingkah laku, teknik-teknik spesifik yang beragam bisa digunakan secara sistematis dan hasil-hasilnya bisa dievaluasi. Teknik-teknik ini bisa digunakan jika saatnya tepat untuk menggunakannya, dan banyak diantaranya yang bisa dimasukkan ke dalam praktek psikoterapi yang berlandaskan model-model lain. Teknik-teknik spesifik yang akan diuraikan di bawah ini bisa diterapkan pada terapi latah yang dimaksud diatas.
Teknik terapi behavioristik yang cocok untuk klien dengan perilaku latah adalah terapi Pengondisian Operan.
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat.
Metode-metode Pengondisian Operan
A. Perkuatan Positif
Pembentukan pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Ini adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat primer dan sekunder diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat primer memuaskan kebutuhan fisiologis contohnya makan, minum atau isterahat. Pemerkuat sekunder memuaskan kebutuhan psikologis atau social, contohnya pujian, penghargaan, persetujuan atau senyuman.
B. Pembentukan Respon
Dalam pembentukan respon, tingkah laku sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Klien yang latah yang ingin menghilangkan tingkah laku latahnya, diberikan perhatian dan persetujuan dengan keinginannya tersebut. Ini juga bisa diberikan pemerkuat primer dan sekunder.
C. Perkuatan Intermitten
Perkuatan intermitten adalah perkuatan dengan tingkah laku yang telah terbentuk. Untuk memaksimalkan nilai pemerkuat-pemerkuat, terapis harus memahami kondisi-kondisi umum dimana perkuatan-perkuatan muncul. Perkuatan-perkuatan terus menerus mengganjar tingkah laku setiap kali ia muncul. Misalnya dalam beberapa hari terapi, klien dengan tingkah laku latah menunjukkan perilaku yang positif (latahnya berkurang dalam kondisi terkejut).
D. Penghapusan
Apabila suatu respon terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah sautu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang mal adaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang mal adaptif itu. Misal dalam tingkah laku latah, maka tidak boleh diberikan perkuatan misalnya pujian, kalau bisa perkuatan negatifnya yang diperbesar untuk membantu tingkah laku positif muncul.
E. Pencontohan
Dalam pencontohan, klien yang latah mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Bandura menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung bisa pula diperoleh secara langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya.
F. Token Economy
Metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (misal kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini.
Token economy merupakan salah satu contoh dari perkuatan yang ekstrinsik, yang menjadikan orang-orang melakukan sesuatu untuk meraih “pemikat diujung tongkat”. Tujuan prosedur ini adalah mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi yang intrinsik. Diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yang diinginkan akhirnya dengan sendirinya akan menjadi cukup mengganjar untuk memelihara tingkah laku yang baru.









KESIMPULAN
Syarat munculnya latah adalah adanya keterkejutan. Untuk mengurangi dan menyembuhkan latah, ia harus bisa menemukan ketenangan hidup. Lingkungan memang harus berempati dan mendukung. Lingkungan sangat menentukan bagaimana seorang penderita latah bisa tertangani. Lingkunganlah yang mengkondisikan tingkah laku, jika tingkah laku itu tidak mendapat reinforcement/pemerkuat dari lingkungan dan proses terapi yang sesuai, tingkah laku latah akan dapat disembuhkan.
Ada dua syarat yang harus penuhi klien agar kebiasaan latah bisa dihilangkan dengan cepat dan hasilnya permanen dilihat dari pendekatan behavioristik, yaitu:
·         Klien harus sungguh-sungguh ingin berubah dan serius ingin menghilangkan kebiasaan latahnya. Melakukan penolakan dengan tingkah laku latah yang dialaminya, serta menjalani terapi secara intensif.
·         Klien harus setuju untuk menganggap latah sebagai kebiasaan yang kurang baik dan merugikan diri sendiri. Kebiasaan latah akan sulit dihilangkan atau bisa saja kambuh sewaktu-waktu apabila klien menganggap menjadi latah itu lucu, menguntungkan dan menyenangkan. Karena itu tingkah laku latah, pemerkuat positif harus diberikan untuk tingkah laku yang positif










Daftar Pustaka
Corey, Gerald.2007.Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi.Bandung:Refika Aditama
Mappiare, Andi.Pengantar Konseling & Psikoterapi.Jakarta:Raja Grafindo